Keanekaragaman hayati di Indonesia termasuk dalam golongan tertinggi di dunia, jauh lebih tinggi daripada di Amerika dan di Afrika yang sama-sama beriklim tropis, apalagi jika dibandingkan dengan negara yang beriklim sedang dan dingin.
Sebagai bangsa Indonesia, kita harus bangga dengan kekayaan atau keanekaragaman hayati kita karena banyak hewan dan tumbuhan yang ada di negara kita, tetapi tidak ada di negara-negara lain. Di Indonesia dikenal ekosistem darat dan ekosistem perairan.
Ekosistem dapat didefinisikan sebagai suatu sistem hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya. Sebagai benda nyata, ekosistem dapat diterapkan pada berbagai derajat organisasi makhluk dan lingkungan mulai dari jamur, kolam kecil, padang rumput, hutan, sampai planet bumi secara keseluruhan.
Demikian pula iklim regional yang berhubungan timbal balik dengan substrat dan biota regional membentuk unit-unit komunitas yang luas dan mudah dikenal yang disebut bioma. Bioma dapat diartikan sebagai sebuah ekosistem yang merupakan unit komunitas terbesar yang mudah dikenal dan terdiri dari vegetasi dan hewan. Di Indonesia dapat dikenal beberapa bioma, yaitu
(a) hutan hujan,
(b) hutan musim,
(c) savana, dan
(d) padang rumput.
1. Keanekaragaman Tumbuhan di Indonesia Jenis tumbuh-tumbuhan di Indonesia diperkirakan berjumlah sebanyak 25.000 jenis atau lebih dari 10% dari flora dunia.
Lumut dan ganggang diperkirakan jumlahnya 35.000 jenis. Tidak kurang dari 40% dari jenis-jenis ini merupakan jenis yang endemik atau jenis yang hanya terdapat di Indonesia dan tidak terdapat di tempat lain di dunia. Kekayaan hayati ini harus kita jaga dan kita pelihara dengan baik. Dari semua suku tumbuhan yang ada, suku anggrek (Orchidaceae) adalah suku yang terbesar dan ditaksir terdapat sekitar 3.000 jenis.
Banyak di antara jenis-jenis tumbuhan tersebut mempunyai nilai ekonomi tinggi, antara lain, meranti-merantian (Dipterocarpaceaen), kacangkacangan (leguminosae), dan jambu-jambuan (Myrtaceaen). Dari sekian banyak jenis tumbuhan tersebut, sebagian besar terdapat di kawasan hutan tropika basah, terutama hutan primer, yang menutup sebagian besar daratan (63%) bumi Indonesia.
Hutan ini merupakan struktur yang kompleks yang menciptakan lingkungan yang sedemikian rupa sehingga memungkinkan keanekaragaman tumbuhan yang tinggi dalam hutan tropika basah. Penyebaran geografi tumbuhan di Kepulauan Indonesia secara keseluruhan ditentukan oleh faktor geologi, yaitu adanya Paparan Sunda di bagian barat dan Paparan Sahul di bagian timur yang berbeda sehingga dapat ditarik garis pemisah di antaranya.
Dalam tiap-tiap paparan, keadaan flora mempunyai banyak persamaan, misalnya, persamaan flora antara Kalimantan dan Sumatra dapat mencapai 90%. Selanjutnya, variasi flora dalam tiap-tiap paparan ditentukan oleh faktor lingkungan setempat dalam hal ini tercerminkan oleh berbagai tipe vegetasi yang terdapat di paparan tersebut.
Selain berbagai macam jenis tumbuhan, Indonesia juga kaya dengan hasil hutan, terutama kayu. Diperkirakan terdapat 4.000 jenis dan 267 jenis di antaranya merupakan kayu niaga yang tergolong dalam 120 macam nama perdagangan. Beberapa di antaranya dapat tumbuh di hutan primer, seperti Pterocymcium spp, Dyera spp, Alstonia spp, Shorea leptosula, S leptoclados, S stenoptera, S parvifolia, Duabanga moluccana, Tetrameles nudiflora, Octometes sumatrana, Agathis spp, dan Araucaria spp.
Hutan primer merupakan gudang terbesar sumber hayati yang dapat dimanfaatkan, selain hasil kayu, seperti buah-buahan (Garcinia, Baccaurea, Eugenia, Durio, Lansium, dan Nephelium), karbohidrat (Dioscorea, Colocasia, Alocasia, Arenga, Mypa, Metroxylon, dan Palmae), zat pewarna, minyak atsiri, pestisida (Podocarpus, Perris, Milletia, dan Tephrosia), dan obat-obatan (obat tekanan darah tinggi, seperti Rauvolfia, Alstonia, dan Apocynacceae), baik secara langsung maupun dimanfaatkan sebagai sumber bahan genetika untuk pemuliaan jenis atau famili yang telah dibudidayakan.
Perlu kalian ketahui bahwa pemanfaatan hasil hutan Indonesia telah meningkatkan pendapatan negara dan kesejahteraan rakyat. Akan tetapi, penebangan kayu telah menimbulkan berbagai kerusakan terhadap lingkungan, bahkan telah mengakibatkan bencana alam di berbagai daerah di Indonesia.
Pengurasan jenis-jenis tertentu, seperti penebangan kayu ulin, agathis, ramin, dan jelutung tanpa memerhatikan kelestarian jenis secara berlebihan karena permintaan konsumen yang tinggi, akan mengurangi secara drastis populasi jenis dan bahkan dapat mengakibatkan kepunahan jenis tersebut sehingga mengurangi biodiversitas kayu di Indonesia.
2. Keanekaragaman Hewan di Indonesia Jenis-jenis hewan yang ada di Indonesia diperkirakan berjumlah sekitar 220.000 jenis yang terdiri atas lebih kurang 200.000 serangga (± 17% fauna serangga di dunia), 4.000 jenis ikan, 2.000 jenis burung, serta 1.000 jenis reptilia dan amphibia. Pembagian fauna menjadi dua kelompok didasarkan pada adanya Paparan Sunda dan Paparan Sahul menjadi lebih jelas lagi daripada pembagian flora.
Di sini dapat ditarik garis pemisah yang lebih jelas yang disebut garis Wallace (ditemukan oleh Alfred Russel Wallace). Beberapa jenis hewan, seperti ikan tawar dari kelompok timur dan barat penyebarannya tidak pernah bertemu. Akan tetapi, ada pula hewan hewan, seperti burung, amphibia, dan reptilia yang sering kali antara penyebaran kelompok timur dan barat saling tumpang-tindih.
Paparan sunda sangat kaya akan berbagai jenis mamalia dan burung; diperkirakan di kawasan ini terdapat ratusan jenis burung dan 70% di antaranya merupakan penghuni hutan primer darat; keanekaragaman ini jauh lebih tinggi daripada di Afrika. Indonesia terbagi menjadi dua zoogeografi yang dibatasi oleh garis Wallace.
Garis Wallace membelah Selat Makassar menuju ke selatan hingga ke Selat Lombok. Jadi, garis Wallace memisahkan wilayah Oriental (termasuk Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan) dengan wilayah Australia (Sulawesi, Irian, Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur).
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Weber, seorang ahli zoologi dari Jerman. Menurut Weber, hewan-hewan yang ada di Sulawesi tidak semuanya tergolong kelompok hewan Australia karena ada juga yang memiliki sifat-sifat Oriental sehingga Weber berkesimpulan bahwa hewan-hewan Sulawesi merupakan hewan peralihan.
Weber kemudian membuat garis pembatas yang berada di sebelah timur Sulawesi memanjang ke utara menuju Kepulauan Aru yang kemudian dikenal dengan nama garis Weber.
Sebagai bukti, Sulawesi merupakan wilayah peralihan, contohnya, di Sulawesi terdapat Oposum dari Australia dan kera Macaca dari Oriental. Fauna daerah Oriental yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Kalimantan serta pulau-pulau di sekitarnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Banyak spesies mamalia berukuran besar, seperti badak, gajah, banteng, dan harimau. Terdapat pula mamalia berkantung, tetapi jumlahnya sedikit, bahkan hampir tidak ada.
b. Terdapat berbagai macam kera, terutama di Kalimantan yang paling banyak memiliki primata, misalnya, orang utan, kukang, dan bekantan.
c. Burung-burung yang dapat berkicau, tetapi warnanya tidak seindah burung Australia, misalnya, jalak bali (Leucopsar rothschildi), murai (Myophoneus melurunus), ayam hutan berdada merah (Arborphila hyperithra), dan ayam pegar (Lophura bulweri). Fauna daerah Indonesia bagian timur, yaitu Irian, Maluku, dan Nusa Tenggara relatif sama dengan Australia. Ciri-ciri yang dimilikinya adalah sebagai berikut.
a. Mamalia berukuran kecil.
Di Irian dan Papua terdapat kurang lebih 110 spesies mamalia, misalnya, kuskus (Spilocus maculates) dan Oposum. Di Irian juga terdapat 27 hewan pengerat (rodensial), dan 17 di antaranya merupakan spesies endemik.
b. Banyak hewan berkantung.
Di Irian dan Papua banyak ditemukan hewan berkantung, seperti kanguru (Dendrolagus ursinus).
c. Tidak terdapat spesies kera.
Spesies kera tidak ditemukan di daerah Australia, tetapi di Sulawesi ditemukan banyak hewan endemik, misalnya, primata primitif Tarsius spectrum, musang (Macrogalida musschenbroecki), babirusa, anoa, maleo, dan beberapa jenis kupu-kupu.
d. Jenis burung berwarna indah dan beragam.
Papua memiliki koleksi burung terbanyak dibandingkan pulau-pulau lain di Indonesia, kirakira 320 jenis, dan setengah di antaranya merupakan spesies endemik, misalnya, burung cenderawasih.
Setelah membaca uraian tentang keanekaragaman hayati, apa yang harus kita lakukan untuk menjaga dan melestarikan ciptaan Tuhan tersebut? Pertama, kita harus bersyukur kepada Tuhan karena beragamnya kekayaan hayati yang ada di Indonesia.
Kedua, kita harus bangga hidup di negara yang memiliki kekayaan hayati. Ketiga, kita harus menjaga dan memelihara keasliannya. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa manusia memiliki sifat yang dapat memengaruhi keanekaragaman hayati. Pengaruh itu dapat merusak atau memelihara. Apa saja kegiatan yang dapat memengaruhi keanekaragaman hayati?
No comments:
Post a Comment