Wednesday, May 12, 2010

> Menulis Puisi Lama

Pernahkah Anda membaca puisi lama? Puisi yang lahir di tengah masyarakat mengalami perkembangan hingga zaman sekarang. Namun, kita juga harus memahami bahwa puisi yang ada sekarang tidak terlepas dari puisi masa lampau atau biasa kita sebut puisi lama.  

Salah satu puisi lama yang mungkin Anda kenal sekarang adalah pantun. Sekarang, dapatkah Anda membedakan antara pantun dengan puisi? Anda dapat memahaminya lewat bait, irama, dan rima. Bait dalam puisi merupakan syarat-syarat yang berlaku untuk jenis puisi tersebut. Jumlah bait menyangkut jumlah kata dan larik dalam puisi. Hal inilah yang menjadi ciri utama dari karya puisi lama.  

Selanjutnya, rima merupakan bunyi yang berselang atau berulang, baik di dalam larik puisi maupun pada akhir larik-larik puisi. Adapun irama menyangkut paduan bunyi yang menimbulkan unsur musikalitas.  Irama mampu menumbuhkan kemerduan, kesan suasana, serta nuansa makna tertentu. Timbulnya irama itu selain akibat penataan rima, juga akibat pemberian intonasi maupun tempo sewaktu melaksanakan pembacaan puisi.  Dalam pelajaran ini, Anda akan berlatih memahami dan menulis puisi dengan mengetahui ciri-ciri puisi lama. Salah satu puisi lama adalah pantun. 

Pantun sudah ada sejak zaman dahulu kala. Pantun merupakan puisi lama yang biasanya dipakai masayarakat untuk menyampaikan sesuatu. Pantun memilki ciri-ciri tertentu yang terkait dengan kaidah bait, rima, dan irama.  Agar lebih jelas, perhatikan ciri-ciri pantun berikut. 
1. memiliki 4 baris, di mana dua baris berisi sampiran dan dua baris lagi merupakan isi; 
2. antara baris ke-1, 2, 3, dan 4 berpola a,b,a,b; 
3. setiap baris terdiri antara 8 sampai 9 suku kata; 
4. setiap baris terdiri atas 4 kata.  
Baris ke-1 Kalaulah aku punya jimat (a) ...Sampiran
Baris ke-2 tentulah aku pandai berburu (b) ...Sampiran
Baris ke-3 Kamu pasti murid selamat (a) ... Isi
Baris ke-4 dengan patuhi perintah guru (b) ... Isi

Adapun untuk menghitung jumlah kata, Anda dapat memenggal
suku kata yang ada dalam pantun tersebut. Jumlah suku kata
dalam pantun terdiri atas 8-10 suku kata. Untuk lebih jelasnya,
perhatikanlah pemenggalan suku kata pada pantun berikut.

Ka-lau-lah/ a-ku/ pu-nya / ji-mat ..... 9 suku kata
ten-tu-lah / a-ku / pan-dai/ ber-bu-ru .... 10 suku kata
ka-mu- / pas-ti/ mu-rid/ se-la-mat ..... 9 suku kata
de-ngan/ pa-tu-hi/ pe-rin-tah/ gu-ru ... 10 suku kata

Dari isinya, pantun dibedakan dalam beberapa macam, yakni pantun anak-anak, pantun nasihat, dan pantun muda-mudi. Selain pantun, karya sastra puisi lama adalah talibun, seloka, gurindam, syair, dan karmina.  
1. Talibun 
Talibun termasuk pantun juga, tetapi memiliki jumlah baris tiap bait lebih dari empat baris. Misalnya enam, delapan, sepuluh. Talibun juga mempunyai sampiran dan isi.  
Contoh:
Kalau pandai berkain panjang, ------- sampiran
lebih baik kain sarung ---------- sampiran
jika pandai memakainya ---------- sampiran
Kalau pandai berinduk semang ---------- isi
lebih umpama bundang kandung, ---------- isi
jika pandai membawakannya ------- isi

2. Seloka 
Seloka disebut pula pantun berbingkai. Kalimat pada baris ke-2 dan ke-4 pada bait pertama diulang kembali pengucapannya pada kalimat ke-1 dan ke-3 pada bait kedua.  
Pasang berdua bunyikan tabuh ---------- baris 1
Anak gadis berkain merah --------------- baris 2
Supaya cedera jangan tumbuh ---------- baris 3
Mulut manis kecindan murah ---------- baris 4

3. Gurindam 
Gurindam terdiri atas dua baris dalam setiap bait. Kedua baris itu berupa isi, berumus a-a, dan merupakan nasihat atau sindiran. Pengarang gurindam yang terkenal, yaitu Raja Ali Haji yang mengarang Gurindam Dua Belas.  
Gurindam Pasal 9
Sumber: www.id.wikipedia.org
Gambar 6.8
Raja Ali Haji, sastrawan pengarang
Gurindam Dua Belas
Tahu pekerjaan tak baik tetapi dikerjakan
Bukannya manusia itulah syaitan
Kejahatan seorang perempuan tua
Itulah iblis punya penggawa
Kepada segala hamba-hamba raja
Di situlah syaitan tempatnya manja
.....

4. Syair 
Menurut para ahli, syair masuk ke Indonesia (Melayu) bersamaan dengan masuknya agama Islam. Bentuk syair paling tua dalam sejarah kesusastraan Indonesia adalah sebuah syair berbentuk doa yang tertera di sebuah nisan raja di Minye Tujoh, Aceh. Syair tersebut menggunakan bahasa campuran, yaitu bahasa Melayu Kuno, Sanskerta, dan Arab.  Ciri-ciri syair adalah sebagai berikut: 
a. terdiri atas empat larik (baris) tiap bait; 
b. setiap bait memberi arti sebagai satu kesatuan; 
c. semua baris merupakan isi (dalam syair tidak ada sampiran); 
d. sajak akhir tiap baris selalu sama (aa-aa); 
e. jumlah suku kata tiap baris hampir sama (biasanya 8–12 suku kata); f. isi syair berupa nasihat, petuah, dongeng, atau cerita.  
Diriku hina amatlah malang
Padi ditanam tumbuhlah lalang
Puyuh di sangkar jadi belalang
Ayam ditambat disambar elang

5. Karmina 
Bentuk karmina seperti pantun, tetapi barisnya pendek, yaitu hanya terdiri atas dua baris. Dengan demikian, karmina sering disebut sebagai pantun kilat atau pantun singkat. Karmina biasanya digunakan untuk menyampaikan suatu sindirian ataupun ungkapan secara langsung.  
Adapun ciri-ciri karmina adalah sebagai berikut: 
a. memiliki larik sampiran (satu larik pertama); 
b. memiliki jeda larik yang ditandai oleh koma (,); 
c. bersajak lurus (a-a); 
d. larik kedua merupakan isi (biasanya berupa sindiran). 
Dahulu parang, sekarang besi
Dahulu sayang, sekarang benci
Banyak udang, banyak garam
Banyak orang, banyak ragam
Sudah gaharu, cendana pula
Sudah tahu, bertanya pula

No comments:

Post a Comment