Tuesday, May 4, 2010

Mabuk

“Ayo! Buruan dong jalannya! Lama banget sih? Please degh!” teriak Vicky sambil memegang-megang pentungan imitasi yang terbuat dari gagang pengki sodokan sampah.  “Ayo, ayo! Matanya jangan belanja! Ini bukan pasar baru woi!” Rahmi tidak mau kalah. Sementara itu, di mulut tenda, Raisal malah asyik dengan handphone-nya. Di alam pegunungan seperti ini memang sering terjadi krisis sinyal. Siasia saja membawa handphone ke tempat ini.  

“Uh! tahu gini sih engga usah bawa-bawa handphone segala,” gerutu Raisal sambil mengayunayunkan handphone-nya. “Sal, Rani sama Yudi ke mana? Kok dari tadi nggak keliatan sih?” tanya Rahmi sambil mengolesi wajah adik-adik tingkatnya dengan arang.  

“Iya nih, udah acara kita padet banget, seniorsenior kita belum pada dateng, eh, si Rani sama Yudi malah ngilang gitu aja. Masa sih cuma kita yang kerepotan.”  “Ya udah deh, aku nyari mereka dulu ya?” ujar Raisal. “O, tapi jangan lama-lama, udah sore nih!” ujar Vicky sambil terus mengerjai adik-adik tingkatnya. 

“Oks!” *** Semburat ungu menghias di langit jingga. Hari sudah senja. Tak lama lagi gemerlap bintang akan singgah di lanskap langit. Raisal masih sibuk mencari Yudi dan Rani, temannya sesama panitia penerimaan anggota baru ekstrakurikuler kabaret. Ya, ini adalah kali kedua bagi mereka singgah di bumi perkemahan Rancaupas Ciwidey.  Tahun lalu mereka pun berada di sini. Hanya saja saat itu mereka masih jadi junior yang harus menikmati gemblengan dari seniorsenior mereka. Raisal belum juga berhasil menemukan Yudi dan Rani. 

Kemudian tanpa sengaja Raisal sampai di sebuah tempat yang membawa ingatannya ke masa lalu, tepatnya setahun lalu. Saat itu Raisal dan Rani mencuri-curi kesempatan untuk beristirahat.  Mereka capek karena terus-terusan dibombardir oleh omelan para senior. “Sal, ngumpetnya di sini aja ya? Capek nih!” ujar Rani terengah-engah. “O ya udah. Aku juga capek banget tau!” ujar Raisal sambil menyemprotkan parfum Aqua di Gio ke lehernya. “Lho? Hare gene sempet-sempetnya bawa parfum? 

Buseeet!” ujar Rani sambil menyikut lengan Raisal.  “Kenapa? Mau? Niiih…..” Raisal menyemprotkan parfumnya pada Rani. “Iihhh…apaan sih…eh…kok wanginya enak ya? Wah, beli di mana, Sal?” “Ada deh…yah lumayanlah biar nggak bau, soalnya dari kemaren nggak mandi gitu loh!” Raisal memasukkan botol parfum mininya itu ke dalam saku.  “Halah, itu kan kamu, kalo aku sih engga usah mandi dan pake parfum juga tetep aja wangi, emangnya kamu, hehehe…” ledek Rani. Tiba-tiba mata Rani tertuju pada sesuatu di atas kepalanya.  “Ih, ya ampun! Bunga apaan tuh? Serem amat, mirip pocong!” ujar Rani asal. Raisal segera menengadahkan kepala. 

“Oh, itu bunga kecubung Ran, bagus yah? Eh, tapi jangan salah lho, bunga itu bisa bikin mabuk lho!”  Rani beranjak dari duduknya. Dia mengamati bunga berwarna putih itu dengan saksama. “Ih, ternyata lucu juga ya? Tapi masa iya sih bunga cantik gitu bikin mabuk? Sal, mau dong. Tolong ambilin satu aja, pliz,” pinta Rani.  Raisal pun segera memetik salah satu bunga itu. Dia lalu memberikan bunga itu pada Rani. Mendadak muncul euforia dalam hatinya. Dadanya berdegup kencang. Kelebat angin lalu-lalang di sekitar mereka. Rambut panjang Rani melayang ringan terbawa angin.  

Benar-benar mirip adegan romantis dalam sinetron! Sejak itulah muncul sebuah perasaan dalam diri Raisal. Perasaan yang entah datang dari mana dan entah apa namanya.  Senja melatari munculnya benih-benih cinta Raisal pada Rani. Kemilau jingga berpadu dengan aroma Aqua di Gio yang bertebaran bersama angin sore itu. Semua seakan berpadu menyaksikan bangkitnya cinta dalam diri Raisal. Ternyata bunga kecubung memang memabukkan. Bunga itu telah membuat Raisal mabuk cinta.  Setahun setelah kejadian itu, ternyata Raisal masih mabuk cinta pada Rani. Tetapi, dia belum mampu mengungkapkan perasaannya pada Rani. 

Sampai saat ini Raisal belum menemukan saat yang tepat untuk mengutarakan perasaannya. Bagi Raisal saat paling tepat adalah saat dirinya dan Rani berada di tempat yang sama di mana perasaan Raisal tumbuh untuk pertama kalinya setahun yang lalu.  Mungkin hari ini. Sambil berjalan menyusuri jalan kenangannya dengan Rani, Raisal mengamati bunga kecubung yang merekah di mana-mana. Seperti juga perasaan cintanya pada Rani. Merekah dan siap untuk dipetik. Bungabunga itu semakin membuatnya mabuk!  Tiba-tiba perhatian Raisal tertuju pada dua sosok orang di depannya yang terhalang deretan pohon. “Lho? Itu kan Rani sama Yudi.” 

Raisal segera berlari mendekat ke arah mereka. Harapannya, dia bisa mengobrol dengan mereka.  “Ra…” tiba-tiba mulutnya mendadak bungkam. Raisal melihat Yudi menyelipkan setangkai bunga kecubung kecil di telinga Rani. Dari wajah Rani terpancar kebahagiaan, begitu juga dengan Yudi.  Mungkin bunga kecubung itu telah membuat mereka mabuk cinta. Ya, bunga kecubung memang memabukkan!  Raisal segera pergi meninggalkan Rani dan Yudi dengan hati yang patah. Baginya, cinta telah berakhir di batas pematang jagat raya jiwanya. Semuanya mendadak bagai ruang hampa udara yang sunyi.

No comments:

Post a Comment